Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan kawasan yang terkenal akan lanskap bentang alamnya. Mulai dari wilayah pesisir pantai hingga perbukitan yang dihuni oleh beragam jenis satwa liar. Contohnya adalah Pantai Trisik yang terletak di arah tenggara Kulon Progo, Galur. Pantai ini merupakan pantai landai yang terkenal akan hamparan pasir hitam. Kawasan pantainya dibatasi oleh muara Sungai Progo di sebelah timur yang menjadi batas alam Kabupaten Kulon Progo dengan Kabupaten Bantul.
Pantai Trisik merupakan rumah berbagai jenis burung air. Untuk mendapatkan informasi tentang keanekaragaman burung di lokasi ini, Burung Indonesia menggali data yang tersedia di situs eBird (www.ebird.org), platform sains warga yang memfasilitasi hasil pengamatan burung melalui aplikasi sederhana di gawa. Menurut data eBird, ada 118 spesies yang dihimpun dari 3.040 pengamatan berlokasi di sekitar Pantai Trisik. Berikut tiga spesies paling melimpah yang dapat ditemukan di Pantai Trisik:
Dara-laut jambul (Sterna bergii)
Dara-laut jambul (Sterna bergii) menempati posisi pertama sebagai spesies terbanyak dihuni di Pantai Trisik sebanyak 11.319. Burung ini memiliki tubuh berukuran besar (45 cm). Sesuai nama, kepalanya berjambul dan paruhnya berwarna kuning. Tubuh bagian atas dan ekornya berwarna abu-abu sedangkan bagian bawah berwarna putih.
Untuk makan, mereka akan mencari ikan dalam kelompok kecil. Terkadang, mereka bersama dengan dara laut lain. Tidak hanya ikan, mereka juga memakan kepiting yang ditemukan di pantai. Dara-laut jambul sering terbang sampai ke area tengah laut. Untuk sarangnya berbentuk cekungan dangkal yang ditempatkan di pasir. Mereka biasa berbiak pada Mei-Juni dengan jumlah telur 1-2 butir.

Dara-laut jambut (Foto: Burung Indonesia/Asep Ayat)
Cerek kernyut (Pluvialis fulva)
Setelah dara-laut jambul ada cerek kernyut (Pluvialis fulva) yang menempati posisi kedua. Cerek kernyut memiliki tubuh berukuran sedang dengan panjang sekitar 25 cm. Tubuhnya bercorak kehitaman dan putih kekar, kepala besar, dan paruh pendek. Dada dan perutnya berwarna hitam legam, punggung kuning keemasan dan tanda kepala mencolok oleh bulu yang berkembang biak dengan sendirinya. Cerek kernyut merupakan jenis burung migran.
Pada bulan-bulan tertentu, mereka akan mendatangi Indonesia, mulai Agustus. Puncaknya pada Oktober hingga November. Barulah pada Februari, mereka akan kembali ke Asia Utara dan Asia Timur dan sebagian lagi ke Eropa.
Mereka termasuk jenis burung air yang habitatnya di lahan basah, seperti pantai atau tambak. Saat bermigrasi, burung jantan biasanya tiba lebih awal dibandingkan dengan burung betina. Hal ini memungkinkan pejantan dapat kembali dan mempertahankan teritori yang sama setiap tahun. Berbeda dari dara-laut jambul, cerek kernyut dapat mencari makan secara individu, berpasangan, maupun kelompok. Jika berkelompok, mereka berjumlah kurang lebih 20-30 ekor.
Biasanya, para betina bertelur sebanyak empat butir. Burung jantan dan betina saling berbagi inkubasi, merawat anak, dan bertahan dari berbagai predator. Setelah menetas, anakan burung akan segera meninggalkan sarang untuk mencari makan dan kembali ke induk burung untuk mencari kehangatan serta perlindungan.

Cerek kernyut (Foto: Burung Indonesia)
Trinil semak (Tringa glareola)
Trinil semak (Tringa glareola) menjadi spesies burung ketiga terbanyak yang dapat ditemukan di Pantai Trisik. Burung ini memiliki tubuh berukuran sedang (20 cm) dan berwarna abu-abu kecoklatan dengan tungging putih. Bagian atasnya berwarna cokelat kehijauan dan ekornya berwarna putih bergaris coklat. Trinil semak umumnya hidup berkelompok kecil yang berjumlah maksimal 20 ekor. Mereka termasuk jenis burung pemakan cacing, larva serangga, berudu, krustasea. Habitatnya di pantai, sawah, rawa air tawar yang tersebar sampai ketinggian 750 mdpl.
Tiga spesies burung yang disebutkan merupakan spesies terbanyak yang ditemukan di Pantai Trisik. Tak dipungkiri, masih ada banyak spesies burung lain, seperti kuntul kerbau, cerek jawa, dan kedidi putih.
Bergeser 40 kilometer dari Pantai Trisik menuju Desa Purwosari juga menjadi area yang ditinggali oleh burung. Desa Purwosari terletak di Puncak Perbukitan Menoreh, Kulon Progo. Hamparan perbukitan hijau menjadi habitat berbagai jenis burung. Menurut data yang diambil dari pemantauan Burung Indonesia, ada 68 spesies burung di Desa Purwosari.

Trinil semak (Foto: Burung Indonesia)
Walet linci (Collocalia linchi)
Spesies terbanyak jatuh pada walet linci (Collocalia linchi). Biasa dikenal sriti, burung ini merupakan spesies dari keluarga Apodidae. Mereka termasuk burung pemakan serangga kecil yang tersebar di Semenanjung Malaysia, Pulau Jawa, hingga Lombok. Mereka mempunyai kemampuan ekolokasi berupa nada tinggi dengan bunyi “ciir-ciir.”
Sarang yang dibangun walet linci berbentuk seperti mangkuk tidak rapi yang terbuat dari campuran saliva dengan bahan lain, seperti daun pinus atau ranting. Biasanya sarang dibangun di tempat yang terang bisa di dekat mulut gua atau bangunan. Spesies ini berkembang biak sepanjang tahun antara September hingga April. Sarang walet linci dapat dikonsumsi karena dipercaya memiliki khasiat bagi kesehatan, antara lain obat pernapasan dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker.
Burung-madu kelapa (Anthreptes malacensis)
Burung-madu kelapa (Anthreptes malacensis) merupakan spesies burung dari keluarga Nectariniidae. Burung ini memiliki tubuh berukuran sedang dengan panjangnya mencapai 13 cm dan tubuhnya berwarna-warni. Burung betina bersifat territorial agresif yang berarti mereka akan mengusir burung madu lain dari pohon sumber makanan.
Mereka memiliki sarang berbentuk kantung menggantung yang terbuat dari serat rumput direkatkan dengan jarring laba-laba. Mereka berbiak sepanjang tahun dengan jumlah dua butir. Burung-madu kelapa merupakan jenis pemakan nektar Loranthus, Musa, Hibiscus, serangga, ulat, laba-laba, dan buah lembu. Habitatnya di pekarangan terbuka, kebun kelapa, semak pantai, hutan mangrove yang tersebar sampai ketinggian 1.200 m dpl.

Burung-madu kelapa (Foto: Burung Indonesia/Jihad)
Cucak delima (Rubigula dispar)
Cucak delima (Rubigula dispar) juga bisa ditemukan di Desa Purwosari. Burung ini mudah dikenali karena berwarna kuning. Mereka adalah anggota keluarga cucak-cucakan burung pengicau. Jika dilihat fisiknya, mereka hampir tidak mempunyai jambul. Meskipun berwarna kuning, bagian tenggorokan dan mata berwarna kemerahan.
Mereka dapat ditemukan di Sumatera, Jawa, dan Bali, tepatnya di hutan atau semak belukar. Di semak belukar, mereka dapat membangun sarang dan akan bertelur hingga empat butir. Berbeda dengan burung-madu kelapa, mereka hanya memakan buah-buahan dan serangga.

Cucak delima (Foto: Burung Indonesia/Muhammad Meisa)